Sabtu, 03 Desember 2011

jenggot

 Hadits

Ahmad adalah mahasiswa Ushuluddin yang hobi niru-niru orang arab. Sekepal jenggot nampak di dagunya. Menurutnya,  membiarkan jenggot dan merapikan setiap hari jum’ at adalah pekerjaan nabi, maka berpahala melakukan apa yang  dilakuan oleh nabi. Ia bisa digolongkan pada orang yang terlalu fanatik dengan pandangannya. Apa yang ia yaqini kebenarannya, ia pertahankan dengan kepintarannya.  Ia termasuk orang yang beruntung, karena selalu menang dalam berbagai perdebatan dengan teman –temannya,  dan mempengaruhinya dalam bertingkah atau berpenampilan. Tak jarang ia dikatakan kolot dengan gamisnya, pakaian seperti pakaian orang arab, atau atau jenggotnya yang dibiarkan menutupi kulit dagu. Hingga suatu saat ia mau membiarkan  rambutnya menggondrong , karena  ngajinya sampai pada hadits yang menyatakan gondrongnya rambut nabi. Namun ia harus mengurungkan niatnya yang mulya itu karena kampus mengharuskan rambutnya pendek dan rapi.  
Apa yang terjadi pada ahmad, merupakan fakta sosial yang sering kita jumpai. Hal yang oleh agama dinyatakan benar, salah menurut kebanyakan orang karena tidak biasa dalam lingkungan tertentu.  kadang dianggap sesat dan bahkan sampai mengarah pada perkelahian saudara seagama. Andai ahmad meneruskan niatnya, bisalah kita tebak apa yang akan menimpa seorang ahmad, bisa saja ia kehilangan masa depanya karena dikeluarkan dari kampus karena tidak patuh aturan.
Bicara tentang sunnah tentu kita bicara hadits. Yang kita tahu tentang sunnah mungkin  sebatas shalat sunnah, puasa sunnah, siwakan, atau hal-hal yang lumrah sebagai sunnah oleh masyarakat. Tapi banyak sekali hal yang sering kita tahu sebagai hal asing, namun itu berdasar hadits shahih, adalah amal yang sering silakukan Rosulullah atau bahkan yang melekat pada Rasulullah. Seperti perintah mengajak orang melakukan kebaikan atau yang sering kita katakan da’wah, namun oleh masyarkat kadang terpandang aneh. Atau yang melekat pada nabi sendiri, seperti mebiarkan jenggot tapi sering terlihat aneh bahkan dituduh sebagai patner teroris ataau terorisnya sendiri. Begitulah dunia memotar balikkan kebeneran. Yang tidak lumrah pada hari ini adalah yang tidak benar, yang tren pada masa kini adalah kebenaran dan patut dipertahankan, meski jauh sekali dari kebenaran  al-Qur’an atau hadits.
Hadits adalah salah satu dasar agama islam. Amalan kita setiap harinya, entah yang berhubungan dengan masyarakat, ibadah, atau hukum,  seluruhnya dari al-hadts, walau sebenarnya merupakan interpretasi dari al-Qur’an.  Al-qur’an memerintah dengan global, namun al- haditslah yang memperinci maksud al-qur’an. Melihat definisi al-hadits adalah segala yang diucapkan, dilakukan, atau ditetapkan oleh nabi, maka pantaslah jika seluruh yang diucapkan, dilakukan, ditetapkan nabi adalah hadits, tinggal kita melihat bagian mana  yang termasuk diperintahkan, dilarang, dianjurkan, dibenci atau diperbolehkan, tinggal kita menyesuaikannya. Kita melaksanakan perintah, menjauhi lartangan, senang melakukan yang dianjurkan, benci dengan apa yang dibenci, dan toleran dengan yang diperbolehkan, masuklah kita pada golongan orang-orang yang baik,  Melihat rosulullah adalah uswah al-hasanah, dan masuklah kita pada golongan orang yang berakhlak mulya, karena rosulullah adalah figur kemulyaan akhlak. Karena itulah,  figur terbaik sebenarnya adalah rosulullah, lahir dan batin. Kembalilah pada contoh yang baik, entah dalam pergaulan, bisnis, belajar, ibadah, atau berpenampilan, karena tak ada contoh yang diakui kebenarannya  selain dari figur yang ma’sum dari kesalahan yaitu Muhammad Kekasih Allah SAW.
Terkait dengan penampilan rosul,  diantara kita ada yang berpendapat,  pakaian nabi, seperti jubah, surban, gamis, atau yang melekat pada beliau seperti jenggot, rambut, atau yang lain, adalah  tradisi atau budaya belaka, bukan hal yang perlu dicontoh. Yang perlu diambil hanya dari ajarannya. Hanya karena masyarakat arab budayanya berjubah, berjenggot dan bersurban maka orang yang berjenggot,  jubah, surban adalah orang yang terArabisasi bukan dianggap orang mencontoh nabi. Begitulah kalau nabi dipandang dari budaya. Saya kira budaya seperti apapun yang Allah tak melarang melakukannya ( khususnya pada nabi) adalah kebaikan yang harus ditiru, kalau bukan kenapa Allah tidak melarang Rosulullah melakukanya atu setidaknya Allah menyatakan kebenciannya walau tidak melarang. Mengubur hidup-hidup putri mereka, menyembah batu, minum khomer,  adalah tradisi orang arab, sebelum nabi lahir oarang-orang arab terbiasa dengan yang demikian, namun Islam melalui beliau  telah mengeliminasi tradisi-tradisi serta budaya jahiliyah tersebut dan tinggallah budaya dan tradisi yang tidak  menyalahi Islam seperti budaya berjubah, surban, jenggot. Oleh karena Islam pada masa hidup beliau sudah tersebar kepenjuru dunia, kalau tidak ajarannya maka orang-orangnya, maka orang-orang arab pasti mengenal berbagai budaya dipenjuru dunia termasuk pimpinan Islam sendiri. Kalau demikian kenapa nabi tidak meniru  budaya Persi,  Yunani atau bahkan Romawi entah dalam berpakaian atau bermasyarakat padahal dengan peradaban yang maju, jelas mereka adalah orang-orang yang tinggi budaya, namun belum tentu baik.  Padahal kalau kita menyimpulkan  fakta era ini, yang terjadi adalah tingginya peradaban adalah tingginya nilai kebudayaan -tampa melihat itu baik atau tidak- dan itu pantas ditiru.
Melakukan shalat fardhu limawaktu, puasa ramadhan, mengeluarkan zakat, berhaji dan amal-amal fardhu yang lain,  sebenarnya merupakan implementasi dari al-hadits sebagai pengejawantahan al-qur’an yang dikemas dalam syari’at. Namun yang sering kita kenal dengan pengimplementasian hadits adalah al-sunnah itu sendiri. Hingga terjadi penyimpulan yang tidak melakukan sunnah berarti tidak melakukan hadits. Dan ini yang sering menjadi penyebab permusuhan dalam umat islam sendiri. Patut disayangkan kalau penyebab konflik adalah salahnya pemahaman, akibat dangkalnya keilmuan. Jalan satu-satunya mungkin hanyalah muhasabah  tiap pribadi, khususnya dalam memahami agama.
Tiap satu tindakan mannusia pasti mempengaruhi tindakan yang lain. Pantaslah apa yang dikatakan  Saykh ‘Aly Ibn Muhammad Al-Ma’ruf dalam karangannya. “ siapa yang oleh Allah dicoba dengan meninggalkan akhlaq, maka ia akan jatuh pada meninggalkan sunnah, siapa yang dicoba meninggalkan sunnah jatulah ia pada meninggalkan kewajiban, siapa yang dicoba meninggalkan kewajiban ia  akan mendekati hal-hal yang diharamkan, siapa yang mendekati keharaman masuklah ia pada meniggalkan hal-hal fardhu, jika ia meninggalkan kefardhuan jatuhlah ia pada lembah memandang rendah syariat, dan jika itu yang terjadi maka kufurlah orang itu.” Begitulah menurut pengarang kitab Fathu Al- Karim Al-Mannan atau Al-Tibyan  mengenai rantai amalan manusia. 

(saif....!)